Murid Yang Dikasihi Yesus

Yohanes 21:20-24

Oleh : Ev. Vistamika Wangka

Minggu ini adalah minggu terakhir kita membahas tentang Yohanes sang Rasul, dan saya memilih melanjutkan pasal 21 yaitu pasal terakhir, yang dibahas pada minggu lalu, dengan fokus pada sebutan Yohanes sebagai murid yang dikasihi Yesus. Perikop yang sudah kita dengar bersama tadi (Yohanes 21:20-24), sebenarnya berada dalam satu plot cerita pertemuan Yesus dengan murid-murid-Nya setelah Ia bangkit, di tepi danau tiberias, pada pagi hari setelah mereka semalam-malaman tidak mendapatkan ikan. Tuhan Yesus mengajak mereka sarapan bersama, dan penginjil Yohanes mencatat setelah sarapan, Tuhan Yesus  bertanya sebanyak tiga kali kepada Simon Petrus tentang apakah Ia mengasihi Yesus, yang dilanjutkan dengan memberikan amanat untuk menggembalakan domba-domba, serta mengikut Yesus. Yesus, selanjutnya memberikan gambaran bagaimana kematiannya di masa mendatang. Moment inilah yang kemudian dipakai Petrus untuk bertanya tentang nasib murid yang dikasihi Yesus, yaitu Yohanes. Petrus berpaling dan melihat Yohanes mengikuti mereka.

Kita tahu Petrus dan Yohanes bersama dengan Yakobus saudaranya cukup dekat, termasuk lingkaran dekat Tuhan Yesus. Dalam beberapa kesempatan kitab-kitab Injil mencatat Petrus dan Yohanes serta Yakobus selalu disebut menyertai Yesus, misalnya pada peristiwa kebangkitan anak Yairus, dimana Tuhan Yesus tidak memperbolehkan orang lain masuk ke dalam rumah Yairus, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes dan orang tua anak itu. Atau pada peristiwa transfigurasi Yesus (dimuliakan di atas gunung, Yesus hanya membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes), begitu juga dengan peristiwa di taman Getsemani, dimana Yesus meminta murid-murid lainnya duduk menunggunya yang akan berdoa dan Dia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes.

Tetapi, karena pembahasan kita mengenai Rasul Yohanes, saya akan memberi perhatian pada Yohanes yang disebut ‘murid yang dikasihi Yesus. Mengapa Yohanes disebut murid yang dikasihi Yesus?

Yohanes sendiri yang menggunakan frasa ‘murid yang dikasihi Yesus’ untuk menamai dirinya. Kebiasan tidak menyebut nama (sandi asma) memang lazim ditemui pada zaman penulisan kitab- kitab Inji. Penulis injil lain, yaitu Matius, Markus dan Lukas juga diyakini melakukan hal yang sama saat mengisahkan bagian tentang diri mereka. Misalnya sebagai pemungut cukai (Matius 9:9), atau seorang muda dalam Markus 14:51-52. Kemungkinan besar merujuk pada para penulis Injil itu sendiri. Mengapa Yohanes memilih menamai dirinya ‘murid yang dikasihi Yesus?’. Apakah Ia merasa paling dikasihi dibandingkan murid lain. Apakah Cinta Yesus kepada Yohanes lebih besar dibandingkan dengan cintanya pada murid yang lain? Ini yang penting untuk kita renungkan.

Mari kita lihat beberapa ayat yang dituliskan Yohanes di dalam Injilnya tentang murid yang dikasihi Yesus. Setidaknya  sebutan ‘Murid yang dikasihi Yesus’ ditemukan pada lima peristiwa dalam keseluruhan Injil Yohanes, yaitu pada peristiwa perjamuan malam terakhir (Yohanes 13:23), penyaliban Tuhan Yesus (Yohanes 19), kebangkitannya (Yohanes 20), dan penampakan Yesus setelah kebangkitan di tepi danau Tiberias (Yohanes 21:7) dan ketika Yesus berbicara kepada Petrus mengenai pengutusan (Yohanes 21:20).

Yang menarik, sebutan tentang murid yang dikasihi Yesus tidak ditemukan di awal hingga pertengahan kitab Injil Yohanes, tetapi ditemukan pada bagian akhir kitab Yohanes atau babak-babak akhir kehidupan Yesus, yaitu pada perjamuan terakhir (Yohanes 13:23), penyaliban (Yohanes 19),   kebangkitan Yesus (Yoh.20:1-10) dan penampakan Yesus (Yohanes 21:7, 20). Mengapa demikian? Setidaknya ada dua hal:

1) Yohanes ingin memperlihatkan kedekatan emosionalnya dengan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus, dan bahwa dirinya adalah saksi hidup, masa-masa akhir kehidupan Yesus ketika ia disalib, tetapi juga saksi kebangkitan yang membuat Yohanes yakin Yesus adalah Mesias (Yohanes 20:31).

Kalau kita perhatikan, peristiwa – peristiwa dimana terdapat ungkapan tentang ‘murid yang dikasihi Yesus’ khususnya peristiwa perjamuan makan terakhir dan penyaliban memiliki perikop paralel dengan ketiga injil lain yaitu Matius, Markus dan Lukas. Peristiwa perjamuan terakhir dalam Yohanes 13, dapat ditemukan di Matius 26, Markus 14 dan Lukas 22, akan tetapi ketiga injil ini tidak menyebutkan secara spesifik megenai murid yang dikasihi Yesus, kehadiran dan perannya dalam perjamuan malam terakhir.

Atau peristiwa kematian Yesus yang dicatat dalam Yohanes 19:1-37 terdapat juga dalam Matius 27:11–56; Markus 15:16-47; dan Lukas 23:13-56, tetapi ketiga Injil ini tidak menyebutkan tentang murid yang dikasihi Yesus berdiri di samping Ibu-Nya, dan ada perkataan Yesus yang disampaikan kepada murid yang dikasihinya tersebut dari atas kayu salib.

Matius 27: 55-56: Dan di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia. Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria Ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus.

Markus 15:40-41: Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome. Mereka semuanya telah mengikut Yesus dan melayani-Nya waktu Ia di Galilea. Dan ada juga disitu banyak perempuan lain, yang telah datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus.

Lukas 23: 49: Semua orang yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti dia dari Galilea berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu.

Ketiga Injil ini memberi penekanan pada hal yang sama yaitu orang-orang terdekat Yesus yang menyaksikan peristiwa penyaliban dan kematian Yesus adalah murid-murid perempuan, walaupun hanya melihat dari jauh. Penginjil Matius dan Markus bahkan menyebut nama-nama mereka. Ada Maria Magdalena, Salome, dll. Tidak ada murid laki-laki, khususnya dari antara ke-12 murid yang dicatat namanya secara spesifik oleh ketiga Injil ini.

Akan tetapi Yohanes dalam Injilnya menyatakan dirinya sediri menjadi saksi kematian Yesus di kayu salib. Yohanes Pasal 19:25-27: dan dekat salib Yesus berdiri ibuNya, dan saudara ibuNya Maria, isteri Kleopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat Ibu-Nya dan murid yang Dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah ia kepada Ibu-Nya” ibu inilah anakmu. Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya. Inilah ibumu. Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Hanya Yohanes yang memberitakan bahwa dirinya – murid yang dikasihi Yesus- ada bersama para perempuan, di saat-saat kritis dan genting kehidupan Yesus. Hanya Yohanes, diantara 12 murid yang disebutkan menjadi saksi kematian sang juruselamat.

2) Terkait dengan fokus Injil Yohanes. Terdapat beberapa perbedaan utama diantara ketiga Injil Matius, Markus, Lukas dibandingkan dengan Injil Yohanes. Ada kesamaan isi Injil Matius, Markus dan Lukas, karenanya ketiga Injil disebut disebut Injil sinoptik==> melihat dengan mata yang sama/sudut pandang yang sama), lebih mirip struktur dan isi kitabnya dibanding Injil Yohanes. Salah satunya adalah dalam hal pemberitaan tentang Yesus. Injil sinoptik lebih menekankan pada perbuatan dan pelayanan Yesus sedangkan Injil Yohanes memberi penekanan pada siapa Yesus, atau Identitas Yesus.

Karena penekanan inilah maka kalau Injil sinoptik memberitakan banyak mujizat yang dilakukan Yesus selama masa pelayanan-Nya di Galilea, maka Injil Yohanes tidak terlalu banyak (hanya 8 mujizat yang dicatat). Begitu juga dalam hal perumpamaan. Ada banyak perumpaan disampaikan Yesus dalam pelayanan-Nya mengajar dan memberitakan Injil, yang dicatat oleh ketiga Injil sinoptik, tetapi Yohanes tidak mecatat satu pun.

Sebaliknya, karena Yohanes menekankan pada gambaran tentang siapa Yesus/identitas Yesus, maka ia menuliskan ucapan Yesus tentang siapa Dia dalam berbagai metafora yang sangat beragam dan kaya, penuh makna, yaitu sebagai Roti hidup (Yoh.6:35, 48, 51), gembala yang baik (Yoh.10:11,14 ), terang dunia (Yoh 8:12, 9:5), pokok anggur yang benar (Yoh.15:1), pintu (Yoh.10:7,9), jalan, kebenaran dan hidup (Yoh.14:6), dan lain-lain. Metafor ini tidak dilukiskan secara spesifik pada Injil sinoptik.

Ada begitu banyak sebutan yang ditulis Yohanes tentang Yesus. Kalau kita menamai orang lain, dengan begitu banyak sebutan yang sarat makna, artınya apa? Artınya kita tidak hanya mengetahui orang itu tetapi kita mengenal secara dekat pribadi orang yang kita beri sebutan/gelar tertentu. Ada perbedaan antara mengetahui dan mengenal seseorang. Kalau kita mengetahui seseorang, itu hanya berkaitan dengan knowledge/pengetahuan kita akan fakta dan hal-hal fisik/lahiriah orang tersebut, tetapi mengenal jauh melampaui hal-hal lahiriah yang bisa kita lihat dengan mata atau kita dengar. Mengenal berarti kita mengetahui sifat dan karakter orang tersebut, mengetahui keinginan, harapan, kebiasaan, dan lain-lain Contohnya: saya mengetahui Jokowi adalah presiden kita, tapi apakah saya mengenal pribadi Pak Jokowi? Belum tentu.

Pengenalan akan berbagai aspek dari pribadi seseorang akan membuat kita memberi sebutan-sebutan yang kita yakini memang merepresentasikan siapa orang itu. Contoh kalau saya menyebut Jokowi sebagai presiden Wong Cilik, sebutan ini Mahir karena pengalaman melihat Jokowi berpihak pada orang kecil, blusukan, bergaul dekat dengan rakyat.

Ini juga yang terjadi dalam diri Yohanes. Ia mengenal Yesus dan memiliki kedekatan yang luar biasa, ia merasakan kasih Yesus, sehingga ia sendiri menamakan diriNya sebagai murid yang dikasihi Yesus.

Mari kita lihat petikan ayat-ayat tentang murid yang dikasihi Yesus dan bagaimana reaksi Yohanes pada setiap peristiwa.

Yohanes 13:22-25. Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya di sebelah kanan-Nya. Kepada murid itu, Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: ‘tanyalah siapa yang dimaksudkan-Nya!’. Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, siapakah itu?”

Yohanes 19:26-27. Ketika Yesus melihat Ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada Ibu-Nya, “Ibu inilah anakmu. Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, “inilah ibumu”! Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Yohanes 20:2-4. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan MURID LAIN YANG DIKASIHI YESUS, dan berkata kepada mereka: Tuhan telah diambil orang dan kami tidak tahu dimana Ia diletakan. Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari, tetapi murid yang lain itu berlari lebih repat sehingga lebih dulu sampai di kubur.

Yohanes 21: 7. Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kapada Petrus “Itu Tuhan”.

Yohanes 21:20. Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama, duduk dekat Yesus dan yang berkata: “Tuhan siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau”

Pada peristiwa pertama (makan malam terakhir) ==> yang dilakukan oleh Yohanes adalah Bersandar dekat kepada Yesus. Selain itu, mewakili murid yang lain, dia Bertanya tentang siapa diantara mereka yang akan menyerahkan Yesus.

Hanya orang yang memiliki kedekatan personal yang bisa duduk bersandar kepada Tuhan. Hanya murid yang merasa dikasihi, yang berani bertanya tentang masalah sensitif seperti yang diungkap Yohanes. Dalam kehidupan kita, di tengah keluarga misalnya, anak bungsu itu sering dianggap paling disayang, dimanja oleh orang tua. Jadi hal ini menyebabkan kalau ada permintaan tertentu anak bungsu sering dijadikan juru bicara, karena posisi paling kecil, membuat orang tua tidak akan marah. Mungkin Yohanes juga begitu. Dia adalah murid yang paling muda diantara ke-12 murid, dan mungkin ini salah satu yang membuat dia duduk bersandar pada Tuhan. Tetapi tentu ini bukan satu-satunya alasan. Intinya bersandar memperlihatakan: Yohanes dekat dengan Yesus.

Peristiwa kedua (penyaliban), apa yang dilakukan Yohanes? Ia tetap berdiri memandang pada salib dan menyaksikan bagaimana Tuhan Yesus disiksa di kayu salib, pakaian-Nya dilucuti, diberi minum air anggur, lambung-Nya ditikam hingga mati. Yohanes melihat peristiwa itu dengan tegar dan diam. Yesus melihat Yohanes, dan mengatakan sesuatu kepadanya dan kepada Ibu-Nya. Tidak banyak ucapan yang keluar dari mulut Yesus sepanjang peristiwa penyaliban dari pukul 12:00 hingga pukul 3 sore. Para penginjil mencatat, hanya ada 7 perkataan Yesus di Kayu Salib, dan salah satunya ditujukan kepada Yohanes. Yesus mendeklarasikan kedekatan mereka berdua sebagai sesama anak Maria, di atas kayu salib.  “Ibu inilah anakmu”. Lalu kepada Yohanes dikatakan, inilah ibumu. Ini gambaran relasi yang sangat dekat. Yohanes sejak saat itu, menerima ibu Yesus di dalam rumahnya.

Peristiwa ketiga (Kebangkitan Yesus). Sewaktu Maria Magdalena menyampaikan tubuh Yesus telah dicuri orang, Petrus dan Yohanes berlari ke kubur. Tetapi Yohanes berlari lebih kencang, sehingga ia lebih dulu tiba di kubur. Alkitab mencatat, Yohanes tidak langsung masuk, walaupun ia tiba lebih dulu. Petrus yang masuk. Menarik, Yohanes melihat hanya ada kain kafan di dalam kubur itu dan ia percaya. Percaya pada apa? Percaya bahwa Yesus telah bangkit. Percaya bahwa benar isi kitab suci yang mengatakan bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati.

Peristiwa keempat pada waktu Tuhan Yesus memperlihatkan diri-Nya di tepi sungai Tiberias, setelah Ia bangkit. Ini yang kita pelajari minggu lalu. Dalam peristiwa itu, Yohanes lah yang mengenali siapa yang datang. Injil Yohanes mencatat ada empat kali penampakan Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya. Yang pertama, Yesus menampakkan diri kepada Maria. Saat Maria melihat Yesus, ia mengira Yesus adalah penunggu kubur. Ia baru menyadari sosok itu adalah Tuhan Yesus, ketika Yesus memanggil namanya (Yohanes 20:11-18). Kemudian Yesus menampakkan diri kepada murid-murid, tanpa Tomas dan kembali menampakan diri lagi untuk membuat Tomas percaya bahwa Ia adalah Tuhan yang bangkit. Mesias, Anak Allah. Ini berarti, masih banyak murid atau orang dekat Yesus, yang ragu apakah Tuhan Yesus benar telah bangkit. Mereka belum sepenuhnya mengenal Tuhan.

Dalam peristiwa penampakan di tepi danau Tiberias, Yohanes lah yang paling pertama mengenal Yesus, di antara 7 murid yang ada saat itu. Mereka melihat Yesus berdiri di tepi Pantai, bahkan Yesus bertanya apakah mereka memiliki lauk pauk, tetapi para murid belum mengenalNya. Yohanes lah kemudian yang mengenal sosok Yesus, ketika mereka selesai menarik jala yang penuh ikan, dan mengatakan secara jelas “Itu Tuhan”. Kedekatan, pengenalan dan pengalaman imannya bersama Yesus, membuat ia yakin itu Tuhan.

Pada peristiwa ke-lima, sewaktu Yesus selesai mengatakan kepada Petrus, ikutlah aku, Petrus  siap mengikuti Yesus, tetapi ia berpaling ke belakang. Apa yang dilihatnya? Ia melihat, Yohanes, murid yang dikasihi Yesus, berjalan mengikuti mereka. Hal ini menarik. Yesus sebetulnya tidak berbicara secara langsung kepada Yohanes, tetapi kepada Petrus. Yesus meminta Petrus menggembalakan domba-domba-Nya, bukan kepada Yohanes. Yohanes bisa saja tinggal tetap di tempatnya, tidak mengikuti Yesus dan Petrus, toh bukan Ia yang diberi tanggung jawab untuk menggembalakan umat, melainkan Petrus. Dan perintah itu sangat jelas. Tiga kali Tuhan Yesus mengatakan hal menggembalakan umat ini kepada Petrus. Tuhan Yesus juga tidak secara langsung berkata ‘ikutlah Aku’ kepada Yohanes, tetapi kepada Petrus (ayat 19). Lalu mengapa Yohanes mengikuti mereka? Karena Yohanes percaya Yesus adalah Mesias, tindakan mengikuti hanya mungkin dilakukan oleh orang yang mempercayakan dirinya kepada orang yang diikuti. Tindakan mengikuti Tuhan hanya mungkin dilakukan oleh orang yang merasa dirinya dikasihi oleh Tuhan.

Karena pengalaman dikasihi oleh Tuhan-lah, Yohanes mengidentifikasikan dirinya sendiri sebagai murid yang dikasihi Yesus. Tidak berarti murid-murid lain tidak dikasihi Tuhan, atau Yesus pilih kasih, akan tetapi Yohanes secara sadar mendeklarasikan dalam tulisan Injilnya bahwa ia murid yang dikasihi Yesus, lahir dari pengalaman imannya yang sangat eksistensial dan personal ketika Ia bersama-sama dengan Yesus. Ia begitu dekat dengan Yesus, tidak lari ketika Yesus ditangkap dan tetap setia memandang pada tubuh Yesus yang tersalib, penuh luka. Kesetiaannya tetap tidak berubah. Ia  meninggalkan tempatnya dan berjalan mengikuti Yesus dan Petrus, tidak hanya pada peristiwa di tepi danau Tiberias, tetapi seumur hidupnya. Setelah Pentakosta, Yohanes setia mendampingi Petrus dalam menyampaikan Injil di Yerusalem, ditengah-tengah situasi umat Tuhan yang mendapat tekanan dari bangsa Yahudi dan juga dari pemerintahan Romawi. Disiksa dan dipenjara, tetapi meninggal dunia dengan tenang pada usia yang sangat tua, tidak seperti para martir lain yang meninggal karena disiksa. Ia juga disebut oleh Rasul Paulus sebagai salah satu sokoguru jemaat (Galatia 2:9).

Belajar dari lima peristiwa yang mencantumkan tentang murid yang dikasihi Yesus, beberapa kata kunci yang bisa menjadi pegangan kita dalam kehidupan beriman kita. Pertama bersandar. Dalam hidup ini seberapa sering kita bersandar pada Tuhan, dibanding besandar pada pengetahuan sendiri. Kedua, berdiri dekat pada salib yesus. Seberapa sering kita menghayati peristiwa penyaliban dan bersyukur kalau kita orang berdosa ini telah diselamatkan Tuhan? Apakah kita akan lari ketika penderitaan karena kristus terjadi? ketiga, berlari lebih cepat. Artinya: seberapa cepat dan giatnya kita mengusahakan pekerjaan Tuhan di tengah dunia ini dalam berbagai bentuk dimanapun kita berada?. Keempat: berkata itu Tuhan. Dalam kehidupan ini, apa maknanya kalau kita mengaku Yesus itu Tuhan. Tentu Ia adalah pemilik kita, Dialah yang berdaualat atas diri kita dan karena itu selayaknya kita mengandalkan Tuhan bukan diri sendiri, atau mengandalkan kekuatan-kekuatan lain. Kelima, mengikut Tuhan. Mengikut Tuhan bukan sekedar Tuhan berjalan di depan dan kita di belakang mengikutinya, tetapi mengikut Tuhan berarti menyelaraskan hidup kita sesuai dengan hidup yang diinginkan Tuhan, menyelaraskan perkataan kita dengan perkataan Tuhan, tindakan kita dengan tindakan Tuhan. Kalau Tuhan penuh kasih, maka kita tidak bisa menyebut diri kita sebagai pengikut Tuhan, kalau kita gagal mempraktekkan kasih itu.

Karena merasakan kasih Tuhan, Yohanes tidak saja menamakan dirinya murid yang dikasihi Yesus, tetapi juga membagikan kasih itu kepada orang lain dalam pemberitaan Injil. Ia tidak menyimpannya kasih yang telah Ia terima dari Tuhan untuk dirinya sendiri. Karena itu ia juga dikenal sebagai rasul kasih. Murid yang dikasihi ini, bertransformasi dari Boanerges menjadi Rasul yang penuh cinta kasih. Karena Ia mengalami kasih tanpa syarat dari Yesus secara langsung, dan dia memberitakan kasih itu di dalam Injil dan surat-suratnya. Pada tulisan-tulisannya kemudian, Yohanes banyak berbicara tentang kasih sebagai pegangan hidup jemaat. Dalam 1 Yohanes, 2 Yohanes dan 3 Yohanes terdapat lebih dari 25 referensi tentang kasih yang Ia tuliskan. Yohanes tahu bahwa Yesus mengasihiNya, karena itu dalam 1 Yohanes 4:7-10, ia menulis:

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi , sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.

Bagaimana dengan kita? Dalam relasi kita dengan Tuhan, bagaimana kita mendefinisikan diri kita? Siapa kita dihadapan Tuhan? Sebagai apa kita di hadapan Tuhan? Memang kita tidak memiliki pengalaman berjumpa secara langsung dengan Yesus, seperti yang dialami Yohanes, tetapi karena kasih dan penyertaan Tuhan itu tetap dari dulu, saat ini dan selamanya, saya percaya setiap orang punya pengalaman pribadi berjumpa dengan Tuhan. Pengalaman itu mestinya menolong kita untuk menjadi pribadi yang ‘melalui kita orang bisa mengenal siapa Yesus’. Silahkan merenungkan kita mau menyebut atau memberi nama apa diri kita sebagai respon terhadap Kasih Tuhan, dan biarlah setiap perkataan dan tindakan kita mencerminkan identitas kita. Amin